Jumat, 28 September 2018

Pasak

Pernahkah kau merasa seolah-olah seluruh dunia membencimu?
Bahkan alam yang bisu saja juga membencimu.

Pernahkah kau merasa bagaikan tak lebih dari seonggok sampah organik?
Rasanya ingin sekali menjadi serpihan, ditiup angin, dan menghilang begitu saja.

Di saat engkau merasa jatuh, terpuruk, tersesat dalam kegelapan tak berkesudahan, apa yang akan engkau lakukan?

Menghilang saja agar semua senang?

Atau bangkit, menancapkan kembali harga dirimu, dan menunjukkan pada semua orang bahwa engkau dapat melampaui semua sumpah serapah yang mereka ucap?

Kamis, 14 Juni 2018

Hari Lebaran

Hari ini adalah hari Idul Fitri. Walaupun aku tidak merayakannya, tapi kurang lebih, hari di mana semua orang akhirnya berkumpul dengan keluarga besarnya--yang hanya bisa satu tahun sekali. Kulihat di media sosial, orang-orang yang mengunggah kebersamaan mereka bersama keluarga, bercanda dan tertawa, dan makan-makan enak. Hmm, bahagianya.

Kemudian aku berkaca pada diriku sendiri.
Aku?
Aku tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan, karena satu dan lain hal.

Iri? Pastinya.
Terkadang ingin rasanya menangis. Membayangkan diriku di dunia paralel. Andai saja aku terlahir menjadi orang lain, di dalam keluarga yang lain, mungkin saja aku dapat merasakan kehangatan dan kebersamaan keluarga besar seperti mereka.

Ayahku meninggal saat aku masih remaja.
Ibuku? Anak tunggal, yang juga tidak punya keluarga besar.

Mengapa aku harus menjadi aku?

Kemudian aku berkaca lagi pada diriku sendiri, bahwa penyesalan tiada gunanya.
Karena seperti ini lah aku terlahir.

Mengapa harus menangisi hal yang tidak ada? Kalau aku memiliki kerabat, sahabat, teman, yang semuanya sudah seperti saudara?

Yang dapat mengubah hidupku ke depan bukanlah menangisi masa lalu, melainkan terus berjuang untuk sekarang dan masa depan. Dan selalu bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.

Karena semua orang, memiliki lembaran bukunya masing-masing. Semua unik. Tak sama satu dengan yang lain.

Rabu, 07 Februari 2018

Siksa ini terus menjalar ke dalam ruang kosong yang masih tersisa,
Kala engkau tiba-tiba melesat ke dimensi yang berbeda
dan tak lagi memancarkan kehangatan
yang biasanya melingkupiku setiap waktu,
Kini hanya gelap, kosong, dingin, dan rindu yang dapat kurasa
Tiada mengapa asalkan cahayamu masih dapat kupandang dari kejauhan
Untuk memastikanmu tetap ada di sana
dan akan kembali bersamaku

Karena aku tahu,
sejauh apapun kita terpisah
Ruang dan waktu takkan pernah menjadi pembatas.
Ribuan bintang telah menjadi saksi dan jejak mimpi kita
yang menjadi jalan penuntun kita untuk selalu kembali

Biarkan siksa rindu ini hanya menjadi langit gelap yang luas, kosong
dan tak berarti

Karena semesta telah dan akan selalu mempertemukan kita lagi.

Selasa, 11 April 2017

Serpihan Waktu

Setiap insan
Pasti memiliki kepingan masa lalu
yang walaupun sudah berakhir, namun tetap terkristalkan dan abadi

Katamu, akulah yang akan selalu kau simpan
Untuk kini, nanti, dan seterusnya
Namun mengapa
Kau kristalkan seluruh aksaraku
Bersama dengan seluruh serpihan masa lalumu yang masih tertumpuk rapih

Ketika kau ingin menghidupkanku
Kau juga akan menghidupkan mereka
Lantas di manakah, letak perbedaan masa lalu dan masa depan

6/4/2017

Minggu, 19 Maret 2017

Lagu Favorit

Sore itu, di tengah hingar bingar kota metropolitan
Di dalam keramaian tempat pemuas hasrat para kaum kapitalis dan hedonis ibukota
Aku duduk sendiri di sudut

Bising, bahkan lagu yang diputar pun tak dapat terdengar!
Kemudian aku mencoba mengasingkan diri, mengabaikan dunia
Kupasang headset di kedua daun telingaku, menghindari suara-suara di sekitar
Namun, puluhan lagu yang terputar juga ternyata tak dapat menenangkan hatiku

Tiba-tiba, terputar lagu yang pernah kita dengarkan berdua.

Kemudian aku tersadar,
Satu-satunya lagu yang ingin kudengar sekarang
hanyalah suaramu.

Sabtu, 18 Maret 2017

Koma

Di malam yang dingin
Senyum dari bibir merahmu
Tatapan penuh harap dari kedua bola mata cokelat beningmu, dan
kelingking yang saling bertaut
sudah cukup membuatku hangat
Janji untuk takkan pernah saling pergi, selamanya
Membuatku aman dan nyaman untuk pertama kali dalam hidup

Tiba-tiba, air mukamu berubah menjadi sendu dan penuh sesal
Ternyata petir datang menghadang, menyengat, menusuk dan menghancurkan apa yang telah kubangun.
Menyadarkanku dari mimpi panjangku

Salah siapa? Salahmu? Salahku?
Bukan, namun mungkin keadaan dan hujan yang selalu mengalir deras kala senja
Kita berdifusi di waktu yang salah, di saat seluruh elemen yang melingkupi sesungguhnya belum pernah siap
Nafasmu telah mengalir dalam nadiku bagaikan oksigen
Yang tak kusadari, menghidupkan, sekaligus membuatku mati perlahan

Sebelum aku masuk ke hidupmu lebih dalam lagi, ijinkan aku untuk terdialisis
dalam air mata yang mengalir di malam menjelang pagi penuh kabut ini
Memberi jarak, ruang, dan waktu
Untuk kita

Namun kemudian, katamu, "Jangan pergi", sambil menarik tanganku erat
Seketika aku teringat kembali janjiku, untuk takkan pernah pergi.
Dan pelukmu selalu menjadi satu-satunya tempat untuk pulang.

Sabtu, 11 Maret 2017

Gerhana

Andaikan aku terlambat datang sedetik saja
Aku takkan pernah bertemu denganmu
detik itu
dan mengenalmu lebih jauh

Andaikan aku terlambat berjalan selangkah saja
Aku takkan pernah bertemu lagi denganmu
dan meneruskan langkahku bersamamu.

Andaikan aku terlambat membuka mataku sekedip saja,
Aku takkan pernah melihat dan mengerti
Definisi keidentikan dalam lain bentuk, seolah kembar yang terlahir dari rahim yang berbeda

Semesta, dengan dimensi ruang dan waktu yang ia orbitkan
Seolah mempertemukan kita, berdua,
dalam satu garis lurus
di antara jutaan partikel lainnya yang hanya dapat dihitung oleh Sang Pencipta

Walau butuh ribuan tahun cahaya untuk kita akhirnya saling bertemu, lagi.