Sabtu, 15 September 2012

Kisah Terang dan Gelap

"Bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"


Kami memang bukan cat warna, yang satu dapat dicampur dengan warna lain sehingga dapat menghasilkan warna baru. Kami bukan bunyi, yang jika dibunyikan bersama, akan bersatu menghasilkan bunyi yang lebih keras. Kami bukan zat kimia, yang dapat direaksikan satu dengan yang lain kemudian menghasilkan zat baru.
Kami bukan sel sperma dan sel telur, yang bila bertemu akan bersatu menghasilkan kehidupan baru.
Kami bahkan bukan air dan minyak, yang masih dapat disatukan dengan koloid.

Kami, Terang dan Gelap.
Gelap sangat membutuhkan Terang untuk menerangi sudut hatinya. Namun bukan hanya Gelap yang haus akan Terang.
Terang tak akan bisa bersinar jika tak ada Gelap di sisinya. 
Tanpa Terang, Gelap akan selamanya kelam dan hampa. Tanpa Gelap, Terang tak akan bercahaya. Mereka saling membutuhkan, walau saling terpisah.

Kami begitu dekat. Dan, kami bahagia. Meskipun tak dapat meraih satu sama lain. Tak dapat menyentuh hangatnya Terang dan sejuknya Gelap. Apalagi melebur jadi satu.
Kami abadi, walaupun semu. Inilah suratan takdir.

Kami saling melengkapi, walaupun takkan pernah bisa bersatu.



Salam hangat,


Terang   
yang bercahaya dalam relung hati Gelap

Malam Minggu Merah Muda

Kami duduk bersila, saling bertatapan. Dalam. Penuh makna.

Matanya yang selalu menyambutku dengan penuh sinar kehangatan, seolah tersenyum, langsung mencerahkan hatiku. Hatiku yang pudar, seiring cinta yang terkikis oleh waktu. Setidaknya kini, ia membuatnya menjadi merah muda.

Seperti biasa, mata itu selalu menatap mataku tajam, seolah merapalkan mantra untuk dapat menyihirku masuk kedalamnya. 
Aku mengalah, ia telah berhasil mengunci pandanganku, yang tak kuasa mengalihkan tatapan sedikitpun darinya. Kubiarkan ia menang dan mengenggam kunci hatiku sebagai pialanya. 

Matanya yang lebar dan berbinar-binar, menunjukkan banyak arti disana. Mengajakku larut, dan tenggelam menyelami dunianya, yang tak pernah nyata. Aku terjebak.

Ia memang bukan sosok yang banyak bicara. Ia selalu menyimpan isi hatinya sendiri dalam memorinya yang kian sempit, tanpa bisa mengungkapkan.
Ia cenderung pendiam; dan pasif. Seringkali, aku harus memulai terlebih dahulu. Namun, aku tak banyak menuntut.
Mata itu, cukup menjelaskan segalanya. Membuatku mengerti.
Aku bahagia, dalam kebisuan.

Malam minggu yang gelap dan sunyi. Disinilah kami, insan yang kesepian.
Aku, dan laptopku.


Jumat, 14 September 2012

Mengapa Aku Tak Dapat Berotasi?

Aku masih disini, masih melekat dalam ruang hampa tanpa batas waktu dan ruang. Dalam kegelapan.
Sudah berjuta-juta tahun lamanya, yang entah sejak kapan, bahkan saking lamanya, aku lupa menghitung waktu. Begitu lama... Tak tahu sampai kapan aku harus begini. Sama tak tahunya seperti aku tak tahu sejak kapan aku dilahirkan.

Tidak hanya aku disini, mereka juga bertaburan di sekelilingku. Mereka, yang berbeda namun bernasib kurang lebih sama sepertiku. 
Namun, aku bisa apa? Hanya bisa mematung disini, memandangi mereka. Hanya bisa menyapa mereka dari kejauhan, tanpa bisa meraihnya. Sama sepertiku, yang sulit untuk digapai.
Terkadang, aku bersyukur dan berdecak kagum kepada Sang Pencipta, entah siapapun Dia, pastilah sosok yang sangat luar biasa. Sungguh besar karyaNya sehingga dapat menciptakan tata surya dan seluruh isinya yang jumlahnya tak terhingga ini? Termasuk aku, yang Ia ciptakan dengan kekurangan dan kelebihan. 
Aku, yang dapat terus bersinar. Menjadi terang di dalam gelap. 
Setidaknya, mungkin inilah fungsi utama aku dan mereka diciptakan. Memberi cahaya secara cuma-cuma kepada mereka, insan-insan yang buta dalam kegelapan.

Namun tak bisa ku pungkiri. Walau begitu banyak keindahan di sekitarku, aku masih merasa sendiri.
Merasa sangat kecil, di alam yang sangat luas ini. Bahkan, tak ada yang menyinggahi ruang hatiku. Aku begitu jauh. Aku begitu tinggi. Aku... Kesepian. Di dalam keramaian yang bagiku, begitu semu.

Tak ada yang pernah menyentuhku. Hanya kehampaan, dan kehangatan yang kupancarkan sendiri. 
Seumur hidup, belum pernah aku mencintai sosok lain, selain diriku sendiri. Aku, bintang kecil di angkasa biru.

Berbeda dengan planet-planet. Mereka bergerak teratur. Berotasi dan berevolusi, dengan siklus mereka sendiri-sendiri. 
Ah, mengapa mereka begitu beruntung? Dengan begitu mudahnya, mereka meminjam cahaya Matahari, sepupuku, untuk menerangi dunianya. Walaupun mereka tidak bercahaya dan berkilauan sepertiku, tapi aku selalu iri. Terutama pada, siapa lagi kalau bukan planet bernama Bumi.
Aku dan teman-temanku, yang berjarak sangat jauh dari Bumi, hanya bisa memberi sedikit hiasan kerlap-kerlip pada langit malamnya. Tak jauh beda seperti glitter dalam karton hitam.
Sungguh bahagia jadi Bumi, mengalami banyak perubahan setiap waktunya. Walaupun ia harus rela ruang-ruang hatinya ditempati. Sedangkan aku, kosong. Hanya bisa terpaku dan mematung disini. Tak berubah.
Tak berhenti bersinar mengisi kosongnya kegelapan, namun, tak pernah bisa mengisi kehampaanku sendiri.

Katanya, roda terus berputar.
Dan aku berbisik dalam hati. Mengapa aku tak dapat berotasi?

Rabu, 16 Mei 2012

(270) Days of Mothers

Jam pelajaran Biologi Pak Ubay. Yang kadangkala kuselingkuhi dengan headset dengan pandangan yang-pokoknya-bukan-ke-depan, karena tidak kuat melihat video-video mengerikan yang seringkali diputarnya (red: video operasi, anatomi manusia, dll) yang mungkin baginya menunjang belajar siswa. Hah.

Siang tadi, sekali lagi diputar beberapa buah video-video lain, atas request anak-anak. Kelas kami, XI-IA 3, sedang mempelajari bab Reproduksi Manusia.
Terdengar berbagai seruan.
"Pak! Video melahirkan Pak!"
"Iya itu! Lahir normal aja Pak."
"Lahir sesar dulu aja Pak!!!" seruan yang terdengar dari para anak cowok. Aku hanya terdiam, dalam hati aku mbatin, sedikit mangkel. Segitu semangatnya mau lihat video sesar, apa mereka nggak tau gimana penderitaan cewek yang harus melahirkan... Sedangkan mereka tak usah mengalaminya, hanya melihatnya.
Di sisi lain, ya, aku hanyalah anak gocik yang tidak hobi melihat video bagian-dalam-tubuh-manusia, apalagi mengetahui kenyataan kelak aku akan mengalaminya.

Pak Ubay pun menyetel video lahir sesar tersebut dan... Jeng jeng. Tampillah seorang wanita yang kandungannya sedang diobok-obok oleh dokter, berusaha mengeluarkan bayi di dalamnya.
Serentak seluruh anak cewek di kelasku berteriak histeris, terutama aku. Aku langsung membalikkan badan, tidak sanggup melihat lagi, menangis, dan berteriak, "Emoh.. Emoh..!" Ya Tuhan, begitu mengerikannya.
Teringat sekitar 11 tahun lalu, saat Mama melahirkan adikku dengan operasi sesar. Ternyata inikah yang disebut sesar......
Begitu beratnya tugas seorang ibu untuk menjaga kandungannnya tetap sehat dan kelak dapat lahir dengan normal, sehingga tidak harus lahir dengan sesar.. Jauh lebih berat lagi, agar anaknya dapat lahir tanpa suatu cacat apapun.

Setelah video obok-obok-perut tersebut, dilanjutkan video lahir normal. Terlihat seorang wanita yang berjuang mengeluarkan anaknya dengan susah payah, ngeden, dan tangisan kesakitan yang menggelora. Dan akhirnya... Lahirlah seorang bayi yang lucu. Aku jadi ikut nangis, membayangkan kelak nanti aku harus mengalami fase itu..
Ya Tuhan, kenapa aku harus menjadi wanita. Namun ini juga salah satu anugerahMu untukku yang patut disyuuri, adalah sebuah bentuk kehormatan untuk dapat melahirkan ciptaanNya yang baru di dunia ini.

Video tersebut pun dilanjutkan dengan video-video lain. Tentang perkembangan bayi 9 bulan di dalam kandungan, dari awal terbentuknya sampai ia lahir dari kandungan ibunya. Begitu rumit, dan ajaib. Lebih dari mesin secanggih apapun. Begitu hebatnya karya tangan Tuhan..
Pikiranku melayang kemana-mana. Hah, tugas awal yang sudah cukup berat. Aku semakin merasakan beratnya menjadi seorang ibu, harus menjaga dan hidup bersatu dengan janinnya selama 9 bulan lamanya. Dengan sangat hati-hati tentunya.

Dan ketika Pak Ubay menyetel video tentang orang berkepala dua... Satu badan, satu jantung, dua kepala, dua otak, dua pikiran. Pintu hatiku terketuk sekali lagi. Begitu berat pastinya hidup mereka. Mereka juga tidak ingin seperti itu, apalagi ibunya.
Aku sangat berterimakasih dan bersyukur seketika itu juga, karena walaupun mungkin masih banyak kekurangan pada diriku, namun aku lahir dengan normal tanpa cacat fisik apapun. Terimakasih, Tuhan..

Terimakasih Mama, karena telah mengorbankan segalanya demi melahirkanku ke dunia, mengorbankan kebebasanmu, menahan rasa sakit, menjagaku sebisa mungkin, memberikan asupan yang terbaik, hidup bersatu dalam satu tubuh selama 270 hari..
Dan melahirkanku di dunia ini dengan tanpa kurang suatu apapun.

Terimakasih Mama, karena telah menerimaku apa adanya dengan kekurangan dan kelebihanku. Karena telah beribu-ribu kali memberikan maaf atas segala kesalahan yang ku perbuat.
Aku pernah sampai 1 tahun nggak kontak blas sama Mama, karena fatalnya masalah yang ada di antara kita. Bisa bayangkan betapa sedihnya hatiku... Tapi aku yakin mungkin dia lebih sakit. Pasti sakit sekali, bila anak yg telah kau kandung dan lahirkan dengan susah payah dan sakit yang luar biasa, menyakiti hatimu secara sengaja maupun tidak sengaja. Maaf, Mama...

Terimakasih Mama, atas segala pengorbananmu. Telah membanting tulang sendirian untuk membiayai dan memberikan yg terbaik untukku, merawatku dari awal aku hinggap dalam rahimmu, hingga kini, walaupun sekarang kita dipisahkan oleh jarak.

Kalau ada orang yang bertanya, siapakah orang yang paling hebat di dunia ini? Aku akan menjawab, "Mama."

Sabtu, 12 Mei 2012

Lukisan Kehidupan

Kugoreskan pensil dalam selembar kertas putih di hadapanku, membuat sebuah garis, tebal. Dan kemudian saat merasa janggal, aku menghapusnya... Kemudian aku menyadari sesuatu.
Walaupun goresan pensilnya sudah terhapus, namun masih meninggalkan bekas walaupun aku sudah menggesekkan penghapus itu sekuat tenaga.

Seperti kehidupan. Akan beda ceritanya kalau kamu menggoreskan pensil tipis-tipis karena keragu-raguan, dengan mudah gambar itu akan terhapus.
Saat kamu berharap dan melangkah pasti, menggoreskannya tebal-tebal dengan keyakinan, dan suatu saat kamu dituntut untuk menghapus semua garis, alur cerita yang telah kamu lalui... Maka akan selalu membekas di hati. Dalam pikiranmu, dalam hidupmu. Dalam lembaran kertas itu.

Kamu dapat memberikan warna dalamnya, untuk menutupi semua bekas yang ada, mengisi sketsa yang semu dengan paduan warna yang indah.
Dan saat kamu terlanjur mewarnainya dan lagi-lagi menyadari kejanggalan dalam warna-warni lukisan tersebut,
Dapatkah kamu menghapus semua warna tersebut dan  mengembalikan kertas seperti sedia kala?

Pensil warna, masih bisa terhapus walaupun masih sedikit membekas.
Krayon, cat air... Kamu hanya dapat merusak kertasnya apabila mencoba menghapusnya.
Semakin pasti, semakin sulit terhapuskan.

Yang bisa kamu lakukan adalah,
Memilih diantara dua pilihan: menyimpan kertas tersebut, atau membuangnya
Dan membuka lembaran baru, memulai kembali dari nol
Atau tetap melanjutkan lukisan tersebut, mencoba membenahi warna yang janggal
Dengan mencampurkan warna lain sehingga menghasilkan warna yang kamu inginkan

Seperti itulah kehidupan.

Selasa, 24 Januari 2012

Hello Seattle.

Lihat dari judulnya terlihat sophisticated ya, seolah-olah habis bepergian dari luar negeri.
Padahal sesungguhnya yang ingin kuceritakan adalah... Kelasku yang terletak di pojok lantai 2 SMA Negeri 2 Surabaya. XI-IA 3.
Dan sesungguhnya HP-ku baru saja mendendangkan lagu Hello Seattle-nya Owl City ._.

Sudah sekian bulan tanpa postingan baru dariku. Bukan karena tidak ada ide untuk posting, namun saking banyaknya yang dapat diceritakan sehingga aku bingung memilahnya, dan akhirnya sampailah pada salah satu bagian terpenting dalam hidupku, kelas.

Pertama melihat namaku di daftar nama kelas XI-IA 3, sedikit excited juga. Kelihatannya anaknya asik-asik. Aku juga sekelas lagi sama 2 orang dari kelas 10, yaitu Rere dan............. JOHAN. Johan. Johan. (entah apa maksudnya disebut 3 kali, sebuah bentuk majas, atau memang dia yang dihitung 3.)

Dan setelah memasuki kelas tersebut, ya memang tidak salah feelingku. Anaknya memang asik-asik, rame, dan friendly. Hari pertama masuk kelas semua bersalam-salaman satu sama lain dan kenalan ._. Bayanganku waktu itu, kelas ini akan menjadi kelas yang kompak. Dan entah siapa yang membuat, kita pun sepakat menjuluki kelas kita Seattle (Sebelas Ipa Telu Intelligent).

Namanya juga awal, pasti anak-anak masih rajin-rajinnya. Sempet panik sih, mana pinter-pinter lagi. Tapi seiring waktu, mulai terkelupas kedoknya. Akhirnya kebuka deh malesnya, buntuannya, ramenya, nakalnya. JABLAYNYA.
Nah ya gini ini baru gue suka, cara belajar yang gak terlalu terforsir, santai, fun. Dan mau bandel kayak gimana, kalo dasarnya emang cerdas ya gimana lagi. Di kelas urakan gak karuan, tapi pas disuruh maju? Hampir semua bisa. Pas ulangan? Nilainya bagus-bagus. Ajaib. Haf.
Tapiiiii kelemahannya, karena virus malas diantara kami merata, jadinya susah pol kalo diajak koordinasi dan kerja kelompok. Kalo gak ada yang aktif gak bakal bisa jalan.

Semenjak masuk IA 3 ini aku semakin nakal memang :)) jadi lebih males, nyeleweng, mbolosan, tukang tidur di kelas ._.v ampuni, semester 4 ini harus taubat sepertinya. Tapi entah kenapa kelas 11 ini lebih niat belajar daripada kelas 10. Mungkin karena persaingannya kali ya yang dengan cara santai, jadi membuat lebih terpicu.
Oh iya, semenjak kelas 11 jadi jablay juga, tukang gombal -_- cetakan IA 3 memang rata-rata seperti itu. Ngggrrrrhhh.

Lalu ada satu lagi hobi kami, yaitu dugem di kelas. Sejak setiap kelas dipasang sound system, tentu saja benda itu kami manfaatkan dengan baik. Berbagai jenis musik kami alunkan untuk melepas penat, dan ada saatnya dimana lampu dimatikan dan kami pun ajeb-ajeb di kelas dengan musik disco.
Nah, saat pelajaran yo jek diterusnooo ae. Kami memilih untuk menyetel lagu Gramed kalau saat pelajaran. Alasannya, musik klasik dapat membantu belajar. Pengecualian, Pak Pebe. Karena dia selalu minta disetelkan lagu dangdut dan lagu Ayu Tingting kesukaannya.
Namun, pukulan pun menghantam kami. Jack-nya soundsystem pupus entah kemana, jadi sampai sekarang Seattle Pub&Karaoke masih cuti. Ah sedih :(

Kalau disuruh menceritakan semuaaa yang telah terjadi dan ada di Seattle selama kurang lebih 7 bulan ini, buanyak sekali tentunya. Pokoknya intinya, I'm so excited and feel so wonderful to be here in this class! Beruntung masuk kelas ini, bukan kelas sebelah, kelas seberang, apalagi kelas atas. I'm belong here absolutely.
Tapi terkadang, yah masih ngerasa kalau bayanganku waktu itu belum terwujud. Ya, bayangan akan kelas yang kompak. Walaupun kita emang rame, tapi anaknya masih pada nggumbul dewe-dewe. Kurang menyatu secara keseluruhan siswanya. Bahkan kalau boleh jujur, walaupun kerjaanku guyon, gombal, dan ketawa-ketiwi sama anak-anak disini, tapi belum menemukan anak yang klooop pol denganku.
Tapi yasudahlah, semoga seiring berjalannya waktu, kami bisa semakin kompak. Amin. Tinggal 5 bulan lagi :3

I love you, Seattlers!