Kami duduk bersila, saling bertatapan. Dalam. Penuh makna.
Matanya yang selalu menyambutku dengan penuh sinar kehangatan, seolah tersenyum, langsung mencerahkan hatiku. Hatiku yang pudar, seiring cinta yang terkikis oleh waktu. Setidaknya kini, ia membuatnya menjadi merah muda.
Seperti biasa, mata itu selalu menatap mataku tajam, seolah merapalkan mantra untuk dapat menyihirku masuk kedalamnya.
Aku mengalah, ia telah berhasil mengunci pandanganku, yang tak kuasa mengalihkan tatapan sedikitpun darinya. Kubiarkan ia menang dan mengenggam kunci hatiku sebagai pialanya.
Matanya yang lebar dan berbinar-binar, menunjukkan banyak arti disana. Mengajakku larut, dan tenggelam menyelami dunianya, yang tak pernah nyata. Aku terjebak.
Ia memang bukan sosok yang banyak bicara. Ia selalu menyimpan isi hatinya sendiri dalam memorinya yang kian sempit, tanpa bisa mengungkapkan.
Ia cenderung pendiam; dan pasif. Seringkali, aku harus memulai terlebih dahulu. Namun, aku tak banyak menuntut.
Mata itu, cukup menjelaskan segalanya. Membuatku mengerti.
Aku bahagia, dalam kebisuan.
Malam minggu yang gelap dan sunyi. Disinilah kami, insan yang kesepian.
Aku, dan laptopku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar