Sudah berjuta-juta tahun lamanya, yang entah sejak kapan, bahkan saking lamanya, aku lupa menghitung waktu. Begitu lama... Tak tahu sampai kapan aku harus begini. Sama tak tahunya seperti aku tak tahu sejak kapan aku dilahirkan.
Tidak hanya aku disini, mereka juga bertaburan di sekelilingku. Mereka, yang berbeda namun bernasib kurang lebih sama sepertiku.
Namun, aku bisa apa? Hanya bisa mematung disini, memandangi mereka. Hanya bisa menyapa mereka dari kejauhan, tanpa bisa meraihnya. Sama sepertiku, yang sulit untuk digapai.
Terkadang, aku bersyukur dan berdecak kagum kepada Sang Pencipta, entah siapapun Dia, pastilah sosok yang sangat luar biasa. Sungguh besar karyaNya sehingga dapat menciptakan tata surya dan seluruh isinya yang jumlahnya tak terhingga ini? Termasuk aku, yang Ia ciptakan dengan kekurangan dan kelebihan.
Aku, yang dapat terus bersinar. Menjadi terang di dalam gelap.
Setidaknya, mungkin inilah fungsi utama aku dan mereka diciptakan. Memberi cahaya secara cuma-cuma kepada mereka, insan-insan yang buta dalam kegelapan.
Namun tak bisa ku pungkiri. Walau begitu banyak keindahan di sekitarku, aku masih merasa sendiri.
Merasa sangat kecil, di alam yang sangat luas ini. Bahkan, tak ada yang menyinggahi ruang hatiku. Aku begitu jauh. Aku begitu tinggi. Aku... Kesepian. Di dalam keramaian yang bagiku, begitu semu.
Tak ada yang pernah menyentuhku. Hanya kehampaan, dan kehangatan yang kupancarkan sendiri.
Seumur hidup, belum pernah aku mencintai sosok lain, selain diriku sendiri. Aku, bintang kecil di angkasa biru.
Berbeda dengan planet-planet. Mereka bergerak teratur. Berotasi dan berevolusi, dengan siklus mereka sendiri-sendiri.
Ah, mengapa mereka begitu beruntung? Dengan begitu mudahnya, mereka meminjam cahaya Matahari, sepupuku, untuk menerangi dunianya. Walaupun mereka tidak bercahaya dan berkilauan sepertiku, tapi aku selalu iri. Terutama pada, siapa lagi kalau bukan planet bernama Bumi.
Aku dan teman-temanku, yang berjarak sangat jauh dari Bumi, hanya bisa memberi sedikit hiasan kerlap-kerlip pada langit malamnya. Tak jauh beda seperti glitter dalam karton hitam.
Sungguh bahagia jadi Bumi, mengalami banyak perubahan setiap waktunya. Walaupun ia harus rela ruang-ruang hatinya ditempati. Sedangkan aku, kosong. Hanya bisa terpaku dan mematung disini. Tak berubah.
Tak berhenti bersinar mengisi kosongnya kegelapan, namun, tak pernah bisa mengisi kehampaanku sendiri.
Katanya, roda terus berputar.
Dan aku berbisik dalam hati. Mengapa aku tak dapat berotasi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar